Beranda | Artikel
Jual Beli Salam Dan Syaratnya (3/4): Kebutuhan Masyarakat Terhadap Jual Beli Salam
Selasa, 1 April 2014

Kebutuhan masyarakat terhadap jual beli salam

Banyak pemilik kemampuan dan keterampilan, seperti para petani dan pengusaha industri, yang membutuhkan jual beli salam ini, apabila di tangan mereka tidak ada harta modal. Mereka menjual sampel produk mereka, berupa hasil pertanian atau pabrik, di awal (sebelum ada barang yang dihasilkan) dan mendapatkan uang kontan.

Dengan uang kontan ini, mereka dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarga mereka selama jangka waktu sebelum sempurnanya produk mereka tersebut. Uang kontan tersebut juga bisa mereka gunakan untuk menyiapkan bahan baku dan membiayai operasional pengadaan produk tersebut, baik untuk membeli bibit, alat, pupuk, dan selainnya. Bisa juga digunakan untuk menggaji karyawan dan membayar biaya operasional harian.

Kemudian, ketika barang hasil produk telah siap sepenuhnya, pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya, mereka menyerahkan jumlah produk yang telah disepakati kepada pembeli. Apabila produknya tidak dapat memenuhi pesanan tersebut maka mereka harus mencari dan mendapatkan produk orang lain untuk memenuhi pesanan tersebut. Hal ini terjadi karena pemenuhan pesanan barang (al-muslam fihi) tidak boleh ditentukan harus berupa barang hasil produksi mereka saja (Buhuts Fiqhiyah, 1: 187).

Bila melihat kepada sistem jual beli salam di atas, memang kemaslahatan atau keuntungan akan didapatkan oleh kedua belah pihak.

Si Penjual memperoleh kemaslahtan dan keuntungan, berupa:

1.    Mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga. Dengan demikian, selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, tanpa ada kewajiban apa pun.

2.    Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya, tenggat waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan berjarak cukup lama.

3.    Tidak usah mengeluarkan biaya dan upaya dalam menjual habis produknya, karena produk mereka telah habis terbeli sebelumnya.

Demikian juga, Si Pembeli bisa memperoleh kemanfaatan dan keuntungan, berupa:

1.    Jaminan mendapatkan barang (al-muslam fihi) sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan.

2.    Mendapatkan barang yang dibutuhkan tersebut dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada saat ia sudah sangat membutuhkan barang tersebut. Hal ini disebabkan beberapa hal:

a.    Pembeli telah memberikan uang kontan dalam tempo salam tersebut. Padahal, memungkinkan baginya untuk bisa memanfaatkan uang itu selama tempo tersebut. Sehingga, pantas saja bila pembeli mendapatkan harga lebih murah.

b.    Pembeli berkomitmen untuk membeli barang produk tertentu, dan di sini ada spekulasi, sebab bisa jadi, ketika barang tersebut diserahkan oleh penjual, ternyata harganya di pasaran lebih murah karena stok barang di pasaran cukup banyak atau permintaan yang kurang.

c.    Pembeli, kadang, terpaksa harus mencari kesempatan untuk memasarkan barang yang telah mereka beli tersebut, apabila mereka membelinya bukan untuk kebutuhan pribadinya saja.

Dengan ini, jelaslah bahwa jual beli salam merupakan sarana efektif dalam menyatukan dua unsur penting dari faktor pendorong produksi, yaitu harta dan tenaga kemampuan, dengan jalan yang diridhai semua pihak terkait, dalam pembagian usaha (lihat Buhuts Fiqhiyah, 1:187–188, dengan penambahan dari penulis).

Akan tetapi, perlu diingat tentang adanya usaha sebagian orang kaya pemilik modal yang “memancing ikan di air keruh” ketika para petani atau pengusaha industri mengalami kesempitan dan kebutuhan mendesak dalam hal pengadaan modal secara cepat. Orang kaya ini menjadikan jual beli salam sebagai sarana menekan harga hingga sangat rendah sekali. Seandainya bukan karena kesempitan dan kebutuhan modal yang mendesak, tentulah para petani dan pengusaha industri akan menolak “uluran” modal tersebut. Praktik penawaran modal semacam ini tidaklah benar dan jelas-jelas terlarang dalam syariat Islam, karena termasuk dalam kategori bai’ al-mudhthar (jual beli dalam keadaan terdesak).

Artikel www.PengusahaMuslim.com


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/2120-jual-beli-salam-dan-syaratnya-34-kebutuhan-masyarakat-terhadap-jual-beli-salam.html